PADANG PARIAMAN | Dari tepian pantai hingga jantung nagari, semangat kebersamaan meletup di Kampuang Galapuang Ulakan ketika Wakil Bupati Padang Pariaman, Rahmat Hidayat, membuka secara resmi Festival Anak Nagari Kampuang Galapuang Ulakan Baralek Gadang. Udara sore yang hangat berpadu dengan sorak tepuk tangan masyarakat menjadi saksi dimulainya pesta budaya tujuh hari penuh makna. Dengan mengenakan pakaian adat Minangkabau yang khas, Rahmat berdiri tegap di panggung utama, menyapa satu per satu tokoh adat, bundo kanduang, hingga generasi muda yang memenuhi lapangan nagari itu.
Bagi Rahmat Hidayat, festival ini bukan sekadar sebuah acara seremonial. Ia menyebutnya sebagai panggilan jiwa untuk menghidupkan kembali denyut adat dan budaya yang menjadi jati diri Minangkabau. Dengan suara yang lantang dan penuh keyakinan, ia mengingatkan masyarakat agar tidak membiarkan tradisi hanya tinggal cerita. “Adat ditanami, syarak dikambang, budaya dihidupkan,” ucapnya yang disambut sorakan semangat dari warga.
Festival Anak Nagari yang mengusung tema “Syarak Mangato, Adat Mamakai” menjadi bagian dari program besar Padang Pariaman 100 Festival. Selama tujuh hari penuh, dari 3 hingga 9 November 2025, Kampuang Galapuang berubah menjadi ruang pertemuan antara generasi muda dan nilai-nilai leluhur. Berbagai kegiatan tersaji, dari penampilan silat tradisional hingga pasambahan adat, dari talkshow hukum hingga senam jantung sehat. Semua mengalir dalam satu semangat yang sama, yakni meneguhkan kembali kebanggaan sebagai anak nagari Minangkabau.
Wabup Rahmat tampak berbaur dengan masyarakat. Ia menikmati suguhan tambua tansa yang menggelegar, mengunjungi stan pameran UMKM, serta berbincang dengan para perajin dan petani muda yang menampilkan hasil inovasi mereka. Di setiap langkahnya, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pelestarian budaya dan penguatan ekonomi lokal. Menurutnya, adat bukanlah penghambat kemajuan, melainkan fondasi moral untuk membangun daerah yang berdaya dan berkarakter.
Tak hanya warga Ulakan yang datang hari itu. Dari berbagai penjuru Padang Pariaman, masyarakat berdatangan membawa rasa bangga dan rindu akan suasana nagari yang hangat. Niniak mamak, alim ulama, dan cadiak pandai duduk berdampingan, menandai kuatnya nilai kebersamaan yang sejak lama menjadi napas kehidupan di Minangkabau. “Kita ingin dari nagari ini muncul anak-anak muda yang paham adat, kuat iman, dan siap bersaing tanpa kehilangan akar budaya,” tutur Rahmat di sela kegiatan.
Festival ini juga menjadi ruang refleksi bagi pemerintah nagari. Wali Nagari Kampuang Galapuang Ulakan, Ali Waldana, menyebut kegiatan tersebut sebagai momentum penting untuk meneguhkan kembali peran adat dalam kehidupan sehari-hari. Ia menilai, keberhasilan festival ini bukan hanya pada kemeriahannya, tetapi pada kesadaran kolektif masyarakat untuk menjaga warisan budaya. “Mari bersama-sama kita lindungi dan lestarikan adat kita, karena dari sinilah jati diri kita berasal,” katanya penuh harap.
Hari pertama festival juga diwarnai dengan pembukaan MTQ ke-50 tingkat Kecamatan Ulakan Tapakis serta peresmian Kantor Layanan Operasional Pemerintah Nagari. Wajah-wajah cerah masyarakat terpancar di tengah kegiatan yang padat namun penuh kegembiraan. Anak-anak nagari ikut ambil bagian dalam lomba-lomba tradisional, sementara ibu-ibu bundo kanduang menyiapkan kuliner khas yang menggugah selera di bazar nagari.
Dukungan penuh juga datang dari pejabat provinsi. Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, Dr. H. Jefrinal Arifin, hadir memberikan apresiasi atas langkah Kabupaten Padang Pariaman yang konsisten membangun budaya berbasis masyarakat. Ia menilai kegiatan seperti Festival Anak Nagari menjadi salah satu cara paling efektif untuk memperkuat identitas daerah sekaligus menumbuhkan daya tarik wisata berbasis budaya.
Seiring berjalannya festival, geliat ekonomi lokal mulai terasa. UMKM nagari mencatat peningkatan penjualan, para pengrajin tenun dan kuliner tradisional mendapat pesanan dari pengunjung luar daerah. Di sela kegiatan, Rahmat Hidayat menegaskan kembali komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pemberdayaan ekonomi berbasis budaya. “Kita ingin setiap nagari punya cerita dan kekhasan yang bisa menjadi kebanggaan sekaligus sumber kesejahteraan,” ujarnya.
Dari Kampuang Galapuang, gema semangat adat dan budaya itu pun mengalun ke seluruh penjuru Padang Pariaman. Festival ini bukan sekadar perayaan, tetapi simbol kebangkitan jati diri Minangkabau yang diwariskan turun-temurun. Melalui keteladanan dan semangat Rahmat Hidayat, masyarakat seakan diingatkan bahwa melestarikan adat bukanlah beban masa lalu, melainkan jalan untuk menapaki masa depan dengan kebanggaan.


							










