Oleh: Adrizal – PW SEMMI Sumatera Barat
Ranah Minang, 1 Oktober 2025 |
Hari ini Sumatera Barat genap berusia 80 tahun. Sebuah usia yang semestinya menandai kematangan, kedewasaan, dan kebijaksanaan daerah yang dibesarkan oleh falsafah luhur Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Alamnya elok, rumah gadang tegak menjulang dengan gonjong melambung sebagai simbol identitas. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah Sumbar benar-benar sematang usianya?
Pepatah adat mengajarkan: kok buliah diurai indak buliah diputus; kok buliah dilayangkan indak buliah digunting. Setiap persoalan mestinya diselesaikan dengan mufakat. Tetapi, realitas hari ini justru menghadirkan cermin pahit: di balik megahnya budaya, Sumbar masih menghadapi tantangan serius.
Potret Terkini: Angka yang Menggugah
Kemiskinan.
BPS Sumbar mencatat pada Maret 2025 terdapat 312 ribu jiwa penduduk miskin (5,35%). Meski secara total menurun, kemiskinan di perdesaan justru naik menjadi 6,93%. Kabupaten Kepulauan Mentawai bahkan menyentuh 13,89%, jauh di atas rata-rata provinsi.
Pengangguran.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2024 masih berada di angka 5,75%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Fakta ini menandakan masih banyak anak muda Sumbar yang belum memperoleh ruang kerja layak.
Ketimpangan.
Gini Ratio September 2024 berada di 0,287. Angka ini memang tergolong rendah, tetapi tetap menegaskan adanya kesenjangan: sebagian menikmati kemajuan, sebagian tertinggal.
Kekerasan Seksual.
Lebih memilukan lagi, dari 2020 hingga November 2024 terdapat 1.130 kasus kekerasan seksual di Sumbar. Tahun 2022 tercatat 567 kasus pelecehan terhadap anak, sementara Desember 2024 masih ada 721 kasus kekerasan anak.
Fenomena LGBT & Penyimpangan Seksual.
Data Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia menyebut sekitar 25 ribu orang LGBT berada di Sumbar. Bahkan, 75% pelakunya berusia 15–25 tahun. Lebih mengkhawatirkan, 28% kasus HIV baru di Sumbar ditularkan melalui hubungan sesama lelaki.
Keamanan & Pengayoman.
Sepanjang 2024, Polda Sumbar mencatat 13.436 kasus kriminalitas, naik 2,24% dibanding 2023. Dari jumlah itu, 1.434 kasus merupakan kejahatan transnasional, mayoritas narkoba, meningkat 7,04% dari tahun sebelumnya.
Rumah Gadang yang Retak di Dalam
Sumbar hari ini ibarat rumah gadang: indah dipandang dari luar, penuh simbol kebanggaan, tetapi di dalamnya masih banyak retakan.
Kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, pelecehan seksual, penyimpangan moral, hingga meningkatnya kriminalitas—semuanya menunjukkan bahwa falsafah ABS-SBK sering berhenti di tataran simbolik.
Padahal, pepatah adat sudah menegaskan: alam takambang jadi guru. Nilai adat dan syariat mestinya memberi arah dalam kehidupan masyarakat. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan bagaimana banyak orang terseret arus modernitas, krisis moral, dan lemahnya pengayoman.
Jalan ke Depan: Menghidupkan ABS-SBK
Menghidupkan kembali falsafah ABS-SBK bukan sekadar jargon, tetapi harus mewujud nyata dalam:
- Kebijakan publik yang berpihak pada rakyat.
- Kehidupan sosial sehari-hari yang menegakkan moralitas.
- Institusi hukum dan keamanan yang kuat, melindungi seluruh masyarakat.
Di usia 80 tahun ini, saya—Adrizal, PW SEMMI Sumatera Barat bidang kemahasiswaan dan kepemudaan—mengajak kita semua untuk jujur melihat kenyataan. Sumatera Barat tetap megah di luar, tetapi pekerjaan rumah di dalamnya masih menumpuk.
Pepatah adat mengingatkan: sakik nan bana indak dapek dilawan, indak sakik nan bana buliah dicari; basamo mangko manjadi; mufakat mangko baiak.
Kini waktunya adat dan syariat benar-benar dijadikan dasar nyata dalam pembangunan, penguatan pengayoman, dan penjagaan keamanan. Jika tidak, Sumatera Barat hanya akan dikenang karena pesona alam dan budayanya, tetapi rapuh menghadapi tantangan zaman.